Kereta Ekonomi Bogor-Jakarta

 Aku mewakili MEREKA yang KELAPARAN

Aku merenung dalam diam sambil menopang daguku dengan telapak tangan. Sungguh riuh dan kotor tempat ini. Terkadang bau yang tidak enak pun tercium. Bukan tempat ini yang aku maksud. Ditempat ini, dihadapanku, seorang nenek memegang mainan "kencringan" mini berwarna merah muda di tangan kirinya. Sepertinya hasil pinjam dari cucunya. Dan kantong plastik bekas permen relaksa ditangan kanannya. Tak jelas. Apa yang dia lakukan? Bernyanyi? tidak! dia hanya diam, mulutnya komat-kamit tak jelas, jalan saja susah terpatah-patah. Meminta? ya!.

Tidak hanya sang nenek yang aku lihat, penyandang cacat, pengamen cilik yang menjinjing radio dengan kaset yang sudah kusut yang beratnya hampir setengah dari berat tubuhnya yang mungil, bahkan balita pun dipertaruhkan kesehatannya untuk mengambil simpatik para penumpang yang melihatnya. Semua mereka lakukan demi sesuap nasi dan segenggam receh dalam harap mereka nanti malam bisa tidur nyenyak tanpa harus kelaparan.

Inilah yang setiap harinya mereka lakukan. Meminta-minta, bersaing dengan aksi-aksi mereka, memasangkan ekspresi wajah yang sedih, kelaparan, menangis meronta sambil memaksa penumpang untuk memberinya uang dari gerbong ke gerbong lain. Setiap saat aku menumpang kereta ini, wajah mereka lah yang tidak pernah absen datang berganti meminta-minta.

Zaman semakin modern, semakin canggih. PEMERINTAH, HELLOOO!! Tidakkah kalian malu dengan pekerjaan kalian yang katanya ingin mencerdaskan bangsa? Mengadakan kartu miskin bagi mereka yang miskin?. Sudahlah tunda kegiatan kalian yang menghabiskan banyak uang yang didalamnya adalah HAK mereka!. Sudahlah tunda kegiatan kalian untuk study banding ke luar negeri yang menghabiskan uang ber M bahkan menggapai garis T dibanding dengan mereka yang membutuhkan pendidikan.

Inikah bangsa kita?. Semakin banyak pengemis datang untuk meminta-minta.Tak cukup ilmu untuk mencari pekerjaan. Dengan alasan tak cukup uang untuk meneruskan pendidikan, bahkan wajib belajar 9 tahun saja tidak tuntas. Tak sebanding hasil keringat yang mereka peras dengan kebutuhan mereka yang semakin hari semakin menumpuk. Tragis. Kejam.

Inilah bangsa kita!. Semakin lama bangsa ini hidup, semakin kejam persaingan dan terlalu banyak pertarungan yang ada di dalamnya. Semoga saja MEREKA sadar







0 comment: