Surat Hati


Katakan saja bila itu indah
Katakan saja bila kamu ingin
Katakan saja bila rasa mu membusuk
dan mengganjal di pemikiranmu
Aku hanya ingin kamu ada
Aku hanya ingin kamu tahu
Harus berapa lama aku menunggu ?
Harus seberapa jauh aku menempuh?
agar kita dapat berbincang lepas..
Satu kata saja, katakan kamu cinta
dengan tulus, tanpa candamu
Satu menit saja...
Luangkan waktumu
Agar kamu bisa menatap mataku
yang juga menatap matamu sedari tadi
Sabarkan hatimu bila pemikiranku dangkal
Lemaskan tanganmu, jangan kau kepal bila kau marah
Katakan saja bila kamu kesal
Banyak kata maaf terlempar dari mulutku
Aku sedang terserang penyakit LABIL
Mudah marah, mudah tersinggung dan mudah mengucurkan air mata
Tenangkan hatimu
Beri aku waktu
dan luangkan waktumu
Agar kamu dapat memahami
Kosongkan tanganmu
Beri aku waktu
Agar aku dapat menggenggam tanganmu yang tadi mengepal
Dinginkan pemikiranmu
Beri aku waktu
Agar kamu bisa mendengar bisikan ku yang tadi tertahan
Bahwa aku cinta

















 Surat Hati Untuk Si Kribo..


Bahagia

Cerita cinta yang terlukis
dan terangkai indah dalam kata bermakna.
Biar segala kagum menghiasi kebahagiaan kami
Biar segala luka menghiasi perjalanan cinta kami
Biarkan kami melangkah dan berbahagia
 Tawa kami adalah obat penenang hati dari segala benci
Aku cinta petualangan ini








Fur Elise


Denting piano berlagu melantunkan nada indah mengalun di setiap jemari ku menari. Sebuah lagu klasik karya Ludwig Van Beethoven, Fur Elise. Lagu yang indah. Selalu aku mainkan dikala pemikiran sedang menggebu. Lagu pertama yang bisa aku mainkan, menjadi bekal  kemampuanku dalam memainkan lagu klasik. Mendorong semangatku untuk belajar dan kembali belajar mengenal not balok. Fur Elise membuatku kagum akan cinta yang terpendam lama, hingga pada saat akhirnya tertepuk sebelah tangan. Hanya pencipta yang tahu. Dan pencinta yang mengenal secara dalam indah dan megah lagu yang dimainkan oleh ketulusan hati yang dalam.

Malam

 
Bulan bercahaya menerangi gelapku. Matahari semakin mengumpat menjauh dari posisiku saat itu. Semakin jelas dentingan suara jam dinding yang berdetak tiap detiknya. Hewan malam semakin bersahabat dengan kegelapan. Aku tersudut. Aku terasing. Terduduk di sudut kamar dikelilingi dingin yang menusuk kulitku. Aku kembali memeluk kaki, mencium lututku, tertunduk, berdiam. Mencari penyebab apa yang telah membuat segala pemikiran itu terlihat salah dan fatal untuk di daur ulang kembali. Hanya tangis air mata yang dapat menjawab segala gamang yang tergantung dan terikat oleh serabut otak pemikiranku. Tak teraba sagn hati, apa yang sedang otakku simpan. Tak tertebak sang otak, apa yang sedang aku rasakan saat itu. Sudah cukup! ! ! Biar aku yang menyimpannya. Dan angin menyampaikan dukanya kepada sang malam.