Segala yang tersembunyi mulai terlihat batang hidungnya. Beratkah? Tidak. Untukku sedikitnya tenang dan ringan.Tidak peduli dengan mereka yang mencibir ataupun menilai ku negatif. Aku memang aku. Aku pintar dalam hal memendam dan menyembunyikan segala sesuatunya. Tapi sulit untuk aku katakan "aku sanggup bertahan". Lemah dalam ketegaran yang aku buat. Semangat yang aku ciptakan segalanya hanya sementara waktu saja. Aku percaya akan-Nya. Aku yakin akan bantu
an-Nya. Semua hanya omongan belaka yang aku ciptakan untuk meyakinkan otak dan hatiku agar kembali seimbang.
Pemikiran yang memusnahkan pencapaianku tentang harapan akan keindahan, dan keadaan yang memaksaku untuk kembali berpikir tajam. Otakku memaksakan aku untuk berpikir dan kembali menyelidik di setiap detak debar detik waktu deru harapan denting kekosongan yang ada. Sedangkan jurang sudah berada di hadapanku. Ujung tepi jurang yang sudah aku pijak. Akankah aku melompat ke dalamnya?.
Akankah pencapaian ku itu akan aku temui di dasar jurang?. Mungkinkah terdapat dasar ataukah jurang tersebut tidak memiliki dasar untuk aku pijak?. Aku mulai berhenti menerka dan mencari. Whoah. Aku mendesah.
Sesaat tubuhku terhempas mundur ke belakang dan teringat akan sebuah pemikiran ku yang membuat aku kembali lebih berpikir dan sekeras mungkin aku harus temukan jalannya. Tidak memungkinkan untukku memilih jurang yang belum aku tahu kejelasan dunianya. Pasti ada cara yang lebih baik. (kembali aku meyakinkan hatiku). Akankah aku mencoba memilih jurang yang nyatanya sudah ada depan mata kepalaku dan apabila mungkin waktu dapat membalik aku akan kembali ke ujung tepi jurang untuk kembali berpikir akan sebuah pemikiran itu. Sudah aku coba untuk membalik waktu tanpa melompat ke dasar jurang. Ternyata sulit untuk ku putar. Alhasil NIHIL. Aku menangis. Kesal. Muak. Keadaan yang selalu tak pernah berubah.
-Siti Firza Diantry-
0 comment:
Post a Comment